Friday, 7 February 2014

APA DAN SEPERTI WAHABI?


A. Siapa wahabi..?
Wahhabi/ wahabi dinisbatkan kepada tokoh ulama besar di tanah Arab yang bernama lengkap Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab bin Sulaiman bin ‘Ali bin Musyarraf At-Tamimi. Meskpun ditinjau dari kaidah bahasa arab, gelar wahhabi nisbat kepada Syekh Muhamad bin Abdul Wahab adalah keliru. Nisbat yang benar kalau mau jujur adalah “Muhamadiyah” karena nisbat kepada namanya yaitu Muhamad, bukan ayahnya yang tidak ada sangkut pautnya, yaitu Abdul Wahab.[1]

B. Kelahiran Syekh Muhamad bin abdul wahab
Muhamad bin Abdul Wahab lahir pada tahun (1115 H (1701 M)[2] di Uyainah (Nejd), sekitar 70 km barat laut kota Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang. Bakat sebagai seorang imam atau pemimpin umat yang berpengaruh sudah terlihat sejak kecil. Hafal al-Qur’an sebelum berusia 10 tahun dan belum genap 12 tahun dari usianya sudah ditunjuk menjadi imam shalat berjamaah. Pada usia 20 tahun sudah dikenal berilmu dan menuntutnya ke Makkah, Madinah, Bashrah, Asha, Basharah (yang kedua kalinya), Zubair, kemudian kembali ke Mekkah dan Madinah.

Gurunya Syekh Muhamad bin Abdul Wahab
Gurunya pun banyak, di antaranya adalah;

Pertama: Di Nejd: Syekh Abdul Wahab bin Sulaiman (ayah) dan Syekh Ibrahim bin Sulaiman (paman). Kedua: Di Mekkah: Syekh Abdullah bin Salim Al-Bashari Al-Makki Asy-Syafi’i. Ketiga: Di Madinah: Syekh Abdullah bin Ibrahim bin Saif, Syekh Muhamad Hayat As-Sindi, Syekh Isma’il Al-Ajluni Asy-Syafi’I, Syekh Ali Affandi bin Shadiq Ad-Dakhistani Al-Hanafi, Syekh Muhamad Al-Burhani, dan Utsaman Ad-Diyarbakri. Kempat: Di Bahrah: Syekh Muhamad al-Majmu’i. Kelima: Di Asha: Syekh Abdullah bin Muhamad bin Abdul Lathif Asy-Syafi’i.

Selama ada di Madinah kesadaran mulai muncul. Beliau sangat prihatin menyaksikan ramai umat Islam setempat maupun peziarah dari luar Madinah yang melakukan perbuatan-perbuatan syirik yang tidak sepatutnya dilakukan orang-orang yang mengaku dirinya muslim. Ramainya umat berzirah ke makan Nabi mapun ke makan-makam lainnya untuk memohon syafa’at, bahkan meminta sesuatu hajat pada kuburan maupun penghuninya, yang hal tersebut sama sekali tidak mendapatkan pembenaran dalam Islam.

Fenomena ini semakin mendorong Syekh Muhamad bin Abdul Wahab untuk mendalami ajaran tauhid yang murni. Bersamaan dengan itu beliau berjanji pada diri sendiri bahwa pada suatu ketika nanti beliau akan mengadakan perbaikan (ishlah) dan pembaruan (tajdid) dalam masalah yang berkaitan dengan katauhidan. Yaitu mengembalikan aqidah umat kepada tauhid yang sebersih-bersih dari khurafat, takhayul, dan bid’ah.

Mulailah beliau mendalami tentang aqidah ini melalui karya para ulama besar dari generasi salaf. Diantara yang paling berpengaruh adalah karya-karya ibnu Taimiyah Al-Harrani, ulama pembaru dari abad ke-7 H yang sangat terkenal, disusul karya-karya muridnya yang paling termukah adalah Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.

D. Awal-awal Dakwah.
Syekh Muhamad bin abdul Wahab memulai dakwahnya secara terbuka di Basrah (kota tertua di Iraq). Sekilas kurang maju karena menemui banyak rintangan dan halangan dari ulama pemuka setempat. Namun tetap saja ada yang menyambut, diantaranya adalah Syekh Muhamad Al-Majmu’i. Hanya saja, dakwah ini dan para pendukungnya mendapat tekanan hingga ancaman pembunuhan. Akhirnya beliau hijarah ke Basharah dan berdakwah ke negeri-negeri Islam lainnya.

Mula-mula kembali kekampung halamannya Uyainah, kemudian menyusul orang tuanya ke Haryamala. Setelah tiga belas tahun menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, beliau mengajak pengusa setempat untuk menindak tegas grombolan penjahat yang selalu melakukan kerusuhan, merampas, merampok, serta melakukan pembunuhan kepada masyrakat setempat.

Besarnya tekanan rupanya justru semakin menguatkan tekadnya untuk melancarkan gerakan pemurnian tauhid. Mulailah penentangan dan perlawanan dari kelompok-kelompok tradisional dan penguasa yang merasa dirugikan dengan adanya dakwah Syekh Muhamad bin Abdul Wahab.

Dari sinilah muncul istialah wahabi sebagai fitna dan tuduhan kepada beliau yang di anggab membawa agama dan ajaran baru hingga hari ini.

JANGAN TAKUT DIGELARI WAHABI

Wahhabi pada zaman sekarang merupakan senjata “andalan” untuk mensifati seorang yang konsisten dengan agama Islam dan melanggar tradisi masyarakat yang menyimpang berupa kesyirikan, kebid’ahan, dan khurafat.

Mas’ud an-Nadawi berkata,“Inggris, Turki, dan Mesir telah berhasil menggambarkannya dengan gambaran yang menyeramkan: Di mana setiap kali ada pergerakan Islam di dunia yang dipandang berbahaya bagi (golongan) mereka maka mereka mengaitkannya dengan Wahhabi.

Beliau melanjutkan,“Termasuk kebohongan yang amat nyata terhadap dakwah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab dengan menggelarinya Wahhabiyah. Orang-orang yang rakus (pembela nafsu) dan memiliki tujuan, kepentingan berusaha dengan gelar ini untuk menetapkan bahwa Wahhabi adalah agama di luar Islam.[3]

Malaysia dan di Indonesia berasil menggambarkan dengan gambaran menyeramkan terhadap dakwah Syekh Muahamad bin Abdul Wahab. Diamana setiap kali ada pergerakan yang dipandang berbahaya seperti dakwah kembali kepada al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma sahabat, dan memiliki ciri-ciri tertentu seperti; berjenggot, celana cingkrang, istrinya berhijab mereka pun tidak segan-segan memberikan lebel wahabi khawarij. 

Syaikh Ali Thanthawi melanjutkan, ”Orang-orang bodoh itu tidak mengetahui bahwa kata wahhabi adalah nisbat kepada al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari Asma’ul Husna.[4]

Ahmad bin Hajar berkata :

“Termasuk keajaiban takdir Allah, Allah membalik tujuan musuh-musuh dakwah, di mana asli tujuan mereka dengan menyematkan label wahhabi adalah untuk mencela mereka dan menggambarkan bahwa mereka adalah ahli bid’ah dan tidak cinta Rasul SAW. [5]

Namun, gelar ini pada saat sekarang menjadi simbol bagi setiap orang yang mengajak kepada al-Qur’an, Sunnah dan ijma sahabat menyeru untuk berpijak kepada dalil, menyeru untuk tegaknya amar ma’ruf nahi munkar, melawan bid’ah dan khurafat serta berpijak dengan madzhab salaf.*



Mush’ab, aktifis Islam yang tinggal di Solo. Aktif menjadi penulis lepas di beberapa media, juga aktif mengisi beberapa kajian akidah di Solo

[1] Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi, meluruskan Sejarah Wahhabi, hal. 76.

[2] Kitab, ad-dakwah wasiratuhu, Syekh Muhamad bin Abdul Wahab, hal, 23. Tambahan bisa dilihat pula dalam kitab “Dakwah Imam Muhamad bin Abdul Wahab salafiyah la wahabiyah hal. 50.

[3] Ubaidah Yusuf bib Mukhtar as-Sidawi, Meluruskan Sejarah Syekh Muhamad bin Abdul Wahab, hal. 83.

[4] Syekh Muhamad bin Jamil Zainu, Golongan yang selamat, hal. 59.

[5] Ubaidah Yusuf bib Mukhtar as-Sidawi, Meluruskan Sejarah Syekh Muhamad bin Abdul Wahab, hal. 83

No comments: