Thursday, 6 February 2014

WANITA DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF


Opini politik tentang wanita dalam sejarah masyarakat, kapan dan dimana pun selalu terdapat kesan merendahkan wanita dan dunia menjadi milik laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari realitas sebagai berikut:

Pertama, dalam alam pikiran para filosof. Misalnya Immanuel Khan berkata, "Saya sulit percaya bahwa wanita itu mempunyai kemampuan untuk mengerti prinsip-prinsip". Schopenhour berpendapat bahwa wanita itu tidak bisa berpikir yang berat-berat. Bahkan Aristoteles sendiri mengatakan, wanita itu laki-laki yang tidak lengkap.


Kedua, dalam dunia sastra. Misalnya novel Siti Nurbaya (1922 M), Azab dan Sesangsara (1921 M), Melati van Agam (1924 M), Apa Dayuka Karena Aku Perempuan (1922 M), dsb. Semuany itu menggambarkan betapa nestapanya wanita. Ia terombang-ambing dan menjadi ajang perebutan antara dua orang pria.


Ketiga, dalam realitas masyarakat. Masyarakat Yunani kuno, misalnya memandang wanita sebagai harta kekayaan yang bisa diperjual belikan dan diwariskan. Di India ada tradisi bakar diri dikalangan wanita bila suami meninggal. Masyarakat Arab Jahiliyah biasa menanam hidup-hidup anak perempuan mereka yang baru lahir demi gengsi keluarganya (Masyhur Amien, 1992 M)


Sementara didunia Barat, khususnya di Inggris, dimana eksploitasi terhadap kaum wanita masih menonjol, para wanita menggembar-gemborkan gerakan emansipasi wanita, timbulah gerakan liberasi kaum wanit (Women Lib's). Sebuah gerombolan kaum feminis yang mengajak dunia untuk menghancurkan agama dan masyarakat dengan ajakannya untuk melakukan hubungan seks secara bebas dan lesbian. Gerakan yang ingin mengangkat kaum wanita ini justru menjebak dirinya ke "Jurang" dekadensi moral yang justru menghancurkan sisi kemanusiaan kaum wanita itu sendiri (Akbar S. Ahmed, 1992 M)