Islam adalah
agama dan ajaran yang sempurna (5:3), Nabi saw. di utus sebagai rahmat
(21:107). Beliau membawa Al-Qur’an sebagai obat bagi penyakit hati (10:57), dia
merupakan Kitab Petunjuk jalan kehidupan yang membawa kesejahteraan manusia
(28:43), dia adalah kitab yang menerangkan segala sesuatu (16:89), tak ada satu
pun yang di lupakannya untuk di terangkan (6:38). Al-Qur’an datang dengan
keterangan rinci (7:52), dan ayat-ayat Allah di ungkap secara detail (7:32),
untuk orang-orang yang mau kembali kepada kebenaran (7:174), mereka yang mau
menggunakan pikirannya (10:24), dan mereka yang berakal (30:28).
Begitulah
keyakinan kita terhadap agama Allah yang kita peluk ini. Kita pun percaya
sepenuhnya bahwa umat Islam, pemeluk agama ini seharusnya menempati kedudukan khairu ummat (3:110) yang senantiasa
tanpa henti ber’amar ma’ruf dan bernahi munkar (3:104), melakukan yang
baik-baik, mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Sebaliknya
kita juga percaya bahwa oran-orang kafir perusak (2:12), dia mengajak kepada
munkar dan melarang ke-ma’ruf-an
(9:67) mereka berusaha mematikan cahaya Allah, al-Islam di muka bumi ini (9:32)
dan tidak henti-hentinya melakukan usaha mengkafirkan kaum Muslimin (2:218).
Ini kita semua percaya, kita semua yakin.
Sedang
terjadi pertarungan antara hak dan bathil. Kenyataannya dan sejarah membuktikan
kebathilan (kafir) menang dan hak (Islam) kalah. Umat dalam kekaburan, tak tahu
mana hak mana bathil, mana ma’ruf mana munkar. Sering tidak di temukan nash mengenaihal-hal yang rinci,
terutama dalam hal tsafaqah dan siyasah, lalu biasanya kita katakan mubah,
karena memang tak ada nash yang melarangnya. Sementara itu kita menyebut
hal-hal yang kita katakan mubah itu sebagai berbahaya dan atau tidak pantas
dalam rangka pembentukan syakhshiyah Islamiyah, usrah Islamiyah atau mujtama’
Islamy dan ummah Islamiyah. Sering pula kita melarang anak atau istri kita
melakukannya. Tetapi kita tidak berani mengatakan hal itu munkar atau terlarang
karena memang tak ada dalil yang melarangnya.
Kita hidup
mendua. Pembentukan syakhshiyah kita wajibkan, tetapi hal-hal yang merusak
syakhshiyah, karena tidak ada nash, kita katakan mubah, artinya tidak ada
resiko dosa dan pahala. Persoalannya, apakah yang berbahaya dalam pembentukan
pribadi muslim itu tidak termasuk munkar?
Mengapa kita
tidak mampu menentukan ma’ruf dan munkar, padahal kita mengakui Islam sebagai
ajaran lengkap dan rinci? Sudah lengkapkah fiqih kita? Dalam hal ibadah mahdhah kelihatannya sudah. Tetapi dalam
hal tsafaqah dan ghazul fikri?
Nampaknya kita perlu belajar lagi. Belajat itu tidak salah. Belajar itu wajib.
Belajar itu baik.
Tidakkah
seharusnya demikian, agar kita dapat membuktikan Islam itu Rahmah, Al-Qur’an itu tibyanan
likulli syai’ dan umat Islam itu ummatan
washathan yang ya’muruna bil ma’ruf wa
yahauna anil munkar. Semoga bermanfaat :)
No comments:
Post a Comment