Berbagai cara dan aliran pemahaman non Islam telah di coba
oleh umat Islam untuk memperjuangkan nasib dirinya. Akan tetapi semua cara yang
telah di coba tersebut menambah kacau dan bingungnya Umat Islam, bahkan semakin
jauhnya mereka dari agama Allah dan Hidayah-Nya. Oleh sebab itu satu-satunya
jalan yang tersedia bagi umat Islam untuk menyelesaikan masalahnya, tidak lain
kecuali kembali kepada apa yang dipahami dan di contohkan oleh Salafus Shalih.
Mereka telah di muliakan oleh Allah swt. di muka bumi dan diturunkan kemenangan
dari-Nya kepada mereka. Juga mereka ini telah di jadikan teladan terbaik bagi
umat ini. Karena kepada kehidupan merekalah umat Islam menemukan bukti, bahwa
Islam adalah agama yang dapat di praktekan dalam kehidupan sehari-hari dan bila
di praktekan dapat melahirkan kebahagiaan kehidupan masyarakat di dunia dan
masyarakat di dunia dan di akhirat di nanti kebahagiaan lainnya yang abadi.
Ibnu Mas’ud menasihatkan: “Barangsiapa yang ingin menempuh
jalan hidup, maka sebaiknya menempuh jalan hidupnya orang yang telah mati:
Yaitu para sahabat Nabi Muhammad saw. mereka ini adalah sebaik-baik manusia di
umat ini, dan sebaik-baik hati, dan sedalam-dalam ilmu, serta sedikit-sedikit
kekurangan, mereka ini adalah kaum yang di pilih oleh Allah untuk menjadi
sahabat Nabi-Nya dan memindahkan agamanya kepada generasi berikutnya, maka
hendaklah kalian meniru akhlak mereka dan jalan hidup mereka, dan mereka ini di
atas petunjuk yang lurus [1]
Abu Darda’ ra. menasihatkan: “Jadilah kamu sebagai orang
Alim (yang berilmu agama) atau orang yang belajar (yakni belajar agama), atau
sebagai orang yang mendengarkan keterangan agama atau orang yang cinta kepada
ilmu agama dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, niscaya kamu akan
binasa”, perawi bertanya: Siapakah orang kelima itu? Dijawab: “Orang yang
kelima ialah para ahli bid’ah (yang tidak mengikuti sunnah Nabi saw. atau
menyeleweng daripadanya” [2]
Lawan daripada jalan Salafus Shalih ialah jalan Ahlul
Bid’ah. Jalan Ahlul Bid’ah itu meliputi
hal-hal berikut ini:
1. Manhaj (sistem) perjuangan. Yakni sistem memperjuangkan Islam haruslah meneladani Rasulullah saw. dan Salafus Shalih bagaimana mereka memperjuangkan Islam. Maka barangsiapa memakai manhaj perjuangan selain ini, berarti dia menempuh jalan Ahlul Bid’ah.
2. Manhaj pemahaman Islam. Yakni manhaj yang harus di ikuti untuk memahami Islam ialah manhaj Rasulullah saw. dan Salafus Shalih. Maka barangsiapa yang memakai manhaj lain, berarti mengikuti jalannya Ahlul Bid’ah.
3. Manhaj pengamalan Islam. Yakni manhaj yang harus di ikuti untuk mengamalkan Islam hanyalah manhaj Rasulullah saw. dan Salafus Shalih. Maka barangsiapa mengikuti manhaj lainnya berarti dia mengikuti jalannya Ahlul Bid’ah. Oleh sebab itu para Ulama Salaf menasihati agar kita menjauhkan diri dari jalannya Ahlul Bid’ah serta menjauhkan diri dari orang-orang yang menjalani jalan bid’ah tersebut.
1. Manhaj (sistem) perjuangan. Yakni sistem memperjuangkan Islam haruslah meneladani Rasulullah saw. dan Salafus Shalih bagaimana mereka memperjuangkan Islam. Maka barangsiapa memakai manhaj perjuangan selain ini, berarti dia menempuh jalan Ahlul Bid’ah.
2. Manhaj pemahaman Islam. Yakni manhaj yang harus di ikuti untuk memahami Islam ialah manhaj Rasulullah saw. dan Salafus Shalih. Maka barangsiapa yang memakai manhaj lain, berarti mengikuti jalannya Ahlul Bid’ah.
3. Manhaj pengamalan Islam. Yakni manhaj yang harus di ikuti untuk mengamalkan Islam hanyalah manhaj Rasulullah saw. dan Salafus Shalih. Maka barangsiapa mengikuti manhaj lainnya berarti dia mengikuti jalannya Ahlul Bid’ah. Oleh sebab itu para Ulama Salaf menasihati agar kita menjauhkan diri dari jalannya Ahlul Bid’ah serta menjauhkan diri dari orang-orang yang menjalani jalan bid’ah tersebut.
Imam
Malik bin Anas rahimahullah menasihatkan: “Barangsiapa yang membuat sesuatu
yang baru di umat ini (dalam hal yang berkaitan dengan agama), padahal perkara
itu tidak pernah di jalankan oleh Salafus Shalih, maka sungguh dia telah
menyangka bahwa Rasulullah saw. telah berkhianat terhadap agama ini, karena
Allah swt. telah menyatakan: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu”,
maka apa saja tidak di anggap bagian dari agama pada masa kini perkara tersebut
di anggap bagian dari agama [3]
Al
‘Auza’I menasehatkan: “Bersabarlah engkau dalam menjalankan Sunnah (Sunnah
Rasul saw. dan para Salafus Shalih ra.) Dan berhentilah kamu di mana saja
mereka (Salafus Shalih) berhenti dan berkatalah seperti mereka berkata dan
tahanlah dirimu pada apa yang mereka tahan dan tempuhalah jalannya Salafus Shalih
niscaya kamu akan mendapatkan kelapangan sebagaimana mereka mendapatkan
kelapangan [4]
Salah
seorang Salaf menyatakan: “Janganlah kalian bergaul dengan para pengekor hawa
nafsu atau orang yang suka mendebat, karena sesungguhnya aku khawatir kalian
tenggelam dalam kesesatan mereka dan mengaburkan apa yang kalian telah ketahui”
[5].
Sufyan
Ats-Tsauri menyatakan: “Bid’ah itu lebih di cintai oleh Iblis daripada maksiat,
karena kemaksiatan itu di harapkan pelakunya mau bertaubat” [6]
Dan
masih banyak lagi nasehat para Ulama Salafus Shalih yang mengingatkan kita
kepada dua hal:
1. Kita harus berpegang teguh dalam ber-Islam ini dengan cara Salafus Shalih baik cara memahaminya, cara mengamalkannya maupun cara memperjuangkannya.
2. Kita harus menjauhkan diri dan Umat kita dari Bid’ah baik dalam memahami, mengamalkan maupun memperjuangkan agama ini. Karena bid’ah itu hanyalah merusakan pemahaman, pengalaman maupun perjuangan kita.
1. Kita harus berpegang teguh dalam ber-Islam ini dengan cara Salafus Shalih baik cara memahaminya, cara mengamalkannya maupun cara memperjuangkannya.
2. Kita harus menjauhkan diri dan Umat kita dari Bid’ah baik dalam memahami, mengamalkan maupun memperjuangkan agama ini. Karena bid’ah itu hanyalah merusakan pemahaman, pengalaman maupun perjuangan kita.
Semoga
Allah swt. memberikan petunjuk kepada kita semua untuk memahami, mengamalkan,
dan memperjuangkan agama-Nya sesuai dengan Salafus Shalih serta menjauhkan kita
semua dari pemahaman pengalaman dan perjuangan Ahlul Bid’ah terhadap agama-Nya.
Amin Ya Rabbal ‘Alamin..
[1]
Syarhus Sunnah, al-Baghawi jilid 1hal. 214, di nukil dari al-Wala’wal Bara’,
Muhammad bin Said al-Qahthani, hal. 143, Darut Thayyibah Riyadh–Saudi Arabia ,
cet. Ke 3 th. 1409 H
[2]
Al-Ibanah An-Syariatil Firaqin Najiyah wa Mujahabatul Firaqil Madzmumah,
Syekhul Imam Abu Abdillah Ubaidillah bin Muhammad bin Batthah al-Akbari
al-Hambali, jilid 1 hal. 314, Darur Rayah, cet. 1 th. 1409-1988 M
[3]
Al-I’tisham, jilid 2 hal. 53 di nukil dari al Wala’wal Bara’, Muhammad Said al
Qahthani, hal. 143
[4]
Talbis Iblis, Abul Faraj Ibnul Jauzi, hal. 11, Nurul Dolam – Beirut - Lebanon, tanpa tahun
[5]
Syarhus Sunnah, Al-Baghawi jilid 1 hal. 227 di nukil dari al Wala’wal Bara’
Muhammad bin Said Al-Qahthani , hal. 144
[6]
Ibid hal.143
No comments:
Post a Comment