Kita perlu cermati, awasi dan mewaspadai proyek kristenisasi ini, karena makin banyak cara ditempuh untuk melancarkan proyek kristenisasi. Ada yang memalsukan Al-Quran, pendeta mengaku haji, sampai upaya memurtadkan kiai ternama.
"Berbagai cara ditempuh untuk melancarkan proyek kristenisasi. Ada yang memalsukan Al-Quran, pendeta mengaku haji, sampai upaya memurtadkan kiai ternama. Ada pula tokoh Muslim yang “mendukung” kristenisasi"
Kawin antar-agama hanyalah salah satu cara kristenisasi. Lainnya, banyak. Menurut kristolog Abu Deedat Shihab, kaum misionaris dan zending perlu menempuh berbagai macam cara karena selama ini merasa gagal. Kini, kristenisasi lebih diprioritaskan untuk menjauhkan ummat Islam dari agama, baru kemudian memurtadkannya. Abu Deedat merujuk pada Al-Quran Surat Al-Baqarah: 109, “Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman…” Juga Al-Baqarah: 120, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.”
Sinyalemen Al-Quran itu memang benar. Dalam Konferensi Misionaris di kota Quds (1935), Samuel Zweimer, seorang Yahudi yang menjabat direktur organisasi misi Kristen, menyatakan, “Misi utama kita bukan menghancurkan kaum Muslimin sebagai seorang Kristen, namun mengeluarkan seorang Muslim dari Islam agar jadi orang yang tidak berakhlaq sebagaimana seorang Muslim. Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi malas dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsu.”
1) Plesetan Al-Qur’an
Al-Quran, sebagai tuntunan hidup ummat Islam, kini dimanfaatkan sebagai sarana kristenisasi. Tentu saja bukan Al-Quran sungguhan, tapi palsu. Salah satunya adalah The True Furqan, yang sempat beredar di internet dan menggegerkan publik Jawa Timur, awal Mei lalu. Dalam Al-Quran buatan Evangelis (Ev) Anis Shorrosh itu, ada surat bernama Al-Iman, At-Tajassud, Al-Muslimun, dan Al-Washaya yang isinya memuji-muji Yesus.
Selain ada Al-Quran palsu, juga bertebaran buku-buku plesetan ayat-ayat Al-Quran dan Hadits. “Cara ini yang sekarang paling banyak terjadi. Pemberian Indomie atau bantuan uang sudah tidak manjur lagi,” tutur Abu Deedat.
Kenapa cara itu ditempuh? Dalam wawancara dengan majalah Jemaat Indonesia (edisi 4 Juni 2001), Pdt R Muhamad Nurdin —Muslim murtad— menyebut trik itu sebagai cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. “Saya membuat buku agar dibaca umat Kristen, kemudian disalurkan kepada umat beragama lain. Saya tulis untuk kalangan sendiri, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian bagi orang Yahudi aku seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang Yahudi. Itu cara yang hati-hati dalam merebut hati kaum Muslimin. Jangan sampai ada vonis mati seperti untuk Suradi dan Poernama,” ujarnya. Dua nama terakhir adalah pendeta yang divonis mati oleh Forum Ulama Ummat (FUU) Bandung karena menghina agama Islam.
Buku-buku Nurdin laku keras. Dalam tiga tahun, 5000 eksemplar ludes. Hasilnya, menurut penuturan Wakil Gembala Gereja Kristen Maranatha Indonesia (GKMI) Rawamangun Jakarta ini, banyak orang Islam yang akhirnya menerima Yesus alias murtad. “Bahkan ada yang menjadi penginjil.”
Contoh buku karangan Nurdin adalah Ash-Shadiqul Masdhuq (Kebenaran yang Benar), As-Sirrullahil Akbar (Rahasia Allah yang Paling Besar), dan Ayat-ayat Penting dalam Al-Quran.
Selain buku, juga bermunculan brosur atau pamflet sejenis lembar Jumat. Judul yang dipilih pun seolah-olah Islami.
Misalnya “Allahu Akbar Maulid Nabi Isa as”, “Kesaksian Al-Quran tentang Keabsahan Taurat dan Injil”, dan “Siapakah yang Bernama Allah itu?” Bertebaran pula stiker kaligrafi Arab yang isinya pujian kepada Yesus.
Buku dan brosur itu diterbitkan oleh Yayasan Jalan Al-Rachmat, Yayasan Christian Center Nehemia Jakarta, Yayasan Pusat Penginjilan Alkitabiah (YPPA), Dakwah Ukhuwah, dan Iman Taat kepada Shiraathal Mustaqiim.
Anak-anak sekolah juga menjadi sasaran empuk. Siti Muflikhah, santri Pesantren At-Taqwa Bekasi, pernah mendapat surat berisi komik anak-anak dari sebuah lembaga yang menamakan diri Klab17. Di bagian awal, komik itu berisi cerita keseharian anak-anak. Namun di bagian akhir ada pernyataan, “Saya percaya akan Engkau, Yesus sebagai juruselamat saya.”
2) Mengaku Mantan Haji
Bidang kesehatan juga dibidik. Ini antara lain dialami keluarga Hartono, warga Kupang, Surabaya. Istrinya, Jam’iyah, sakit dan dirawat di RS RKZ Surabaya. Biaya yang harus dikeluarkan selangit sehingga Hartono yang cuma bekerja sebagai mandor kontraktor kebingungan. Datang misionaris menawarkan bantuan biaya pengobatan. Namun ada syaratnya: masuk Kristen. Hartono terpikat. Suami istri itupun akhirnya menjadi penganut Kristen.
Cara yang cukup sulit diidentifikasi adalah tipu daya dengan meniru adat atau kebiasaan komunitas Muslim. Di Cirebon, ada kelompok qasidah yang menyanyikan puji-pujian kepada Yesus.
Hal serupa juga dilakukan jemaat Kanisah (Kristen) Ortodoks Syiria (KOS) yang menyelenggarakan tilawatul Injil, memakai peci, ibadahnya mengamalkan shalat 7 waktu, memakai sajadah, dan mendendangkan qasidah.
Duta-duta Injil (begitu kalangan Kristen menyebutnya —red) juga berani mengaku sebagai mantan ustadz, bertitel haji atau hajjah, atau anak kiai terkenal. Pengakuan-pengakuan seperti itu direkam dalam kaset dan diedarkan di tengah masyarakat.
Misalnya di Cirebon, murtadin Ev Danu Kholil Dinata alias Theofilus Daniel alias Amin Al-Barokah, mengaku sebagai sarjana agama Islam, yang pindah menjadi pemeluk Kristen setelah mempelajari Nabi Isa versi Islam di STAI Cirebon. Ternyata ijazah sarjana yang dipakai untuk kesaksian itu palsu.
Ada lagi Ev Hj Christina Fatimah alias Tin Rustini alias Sutini alias Bu Nonot, pemberita Injil dengan memperalat Al-Quran di Gereja Bethel Pasir Koja, Bandung. Mengaku pernah berkali-kali menunaikan ibadah haji. Menurut penuturan Sumarsono, mantan suaminya, Sutini tidak pernah belajar di pesantren. Selama berkeluarga tidak pernah shalat. Memang dia pernah pergi ke Arab Saudi, bukan untuk ibadah haji tetapi menjadi TKW.
Banyak lagi kaset-kaset yang berisi rekaman kesaksian palsu, misalnya kesaksian HA Poernama Winangun alias H Amos, Pdt R Muhamad Nurdin, Pdt M Mathius, Pdt Akmal Sani, Niang Dewi Ratu Epon Irma F Intan Duana, dan Ev Paulus Marsudi.
3) Sekolah dan Tawaran Kerja
Biaya sekolah yang kian mahal juga dimanfaatkan untuk menjerumuskan kaum Muslimin. Mereka mendirikan sekolah (yang seolah-olah) Islam, seperti Institut Teologi Kalimatullah Jakarta yang dikelola Yayasan Misi Global Kalimatullah. Juga ada Sekolah Tinggi Teologi (STT) Apostolos Jakarta, yang mempunyai kurikulum Islamologi bermuatan 40 sks.
Lapangan kerja juga menjadi lahan subur. Ini misalnya dilakukan pasangan misionaris Robert Antony Adam dan Traccy Carffer di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Warga Amerika Serikat yang terang-terangan mengaku utusan Yesus itu berhasil memurtadkan 123 orang Minang, dengan bekal jabatan konsultan kehutanan Global Partners Forestry Unit (GPFU). Robert-Traccy yang masuk Pesisir Selatan sejak Desember tahun silam, menawarkan rekayasa teknologi tepat guna pemberdayaan jati emas, pala super, dan kapas transgenik. Robert lantas menjual bibit jati mas, pala, dan kapas dengan harga 50% lebih murah daripada harga pasaran. Kalau mau dapat gratisan, bisa saja. “Asal masuk Kristen,” ujar Masrizal, aktivis dakwah di Pesisir Selatan. Banyak warga yang tergiur dan akhirnya menjual keyakinan karena terobsesi keuntungan jutaan rupiah. Untung misionaris ini segera dideportasi karena pelanggaran visa, pertengahan bulan lalu.
Kasus serupa terjadi di Bekasi. Bulan April lalu terbongkar praktik kristenisasi berbungkus lapangan kerja. Sekitar 50 orang Muslim asal Gorontalo dibawa ke Bekasi dengan janji akan dipekerjakan dan diberi beasiswa oleh Yayasan Dian Kaki Emas. “Tapi setelah sampai di sini, mereka dididik dan dipaksa pindah agama Kristen oleh Pendeta Edi Sapto,” ungkap Hamdi, Ketua Divisi Khusus Forum Bersama Ummat Islam, dalam acara konferensi pers di Masjid Al Azhar, Klender Jakarta Timur.
Warga Muslim itu disekap, didoktrin ajaran Kristen, disuruh ikut kebaktian, dan dilarang shalat. Mereka juga diwajibkan memelihara babi-babi yang ada di kompleks yang berdiri di atas tanah seluas 5 hektar itu. Akhirnya kompleks kristenisasi terselubung itu digerebeg warga dan aparat.
4) Dukungan Tokoh “Muslim” Liberal (JIL)
Proyek kristenisasi ternyata mendapat `dukungan’ dari beberapa orang yang sering disebut cendekiawan Muslim. Tokoh-tokoh ini memperkenalkan paham liberalisme dan pluralisme yang kerap mengusung slogan `membangun dunia baru’, dengan penyatuan agama dan melepaskan fanatisme agama. Salah satunya adalah Prof DR Said Agil Siradj, MA. Gagasan pluralnya antara lain tampak dalam pengantar buku Menuju Dialog Teologis Kristen-Islam. Buku ini dikarang oleh Bambang Noorsena, pendiri Kanisah Ortodoks Syiria (KOS) di Indonesia. Di situ Said Agil menulis bahwa KOS tidak berbeda dengan Islam. Secara al-rububiyyah, KOS mengakui bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam yang harus disembah. Secara al’uluhiyyah, telah mengikrarkan Laa ilaha ilallah (Tiada Ilah selain Allah) sebagai ungkapan ketauhidannya. Jadi dari tauhid sifat dan asma Allah secara substansial tidak jauh berbeda dengan Islam. Perbedaannya, menurut Said Agil, hanya sedikit. Jika dalam Islam (Sunni) kalam Tuhan yang Qadim itu turun kepada manusia (melalui Muhammad) dalam bentuk Al-Quran, maka dalam KOS kalam Tuhan turun menjelma (tajassud) dengan Ruh al-Quddus dan perawan Maryam menjadi Manusia (Yesus). Perbedaan ini tentu saja sangat wajar dalam dunia teologi, termasuk dalam teologi Islam. “Pandangan seperti itu merupakan salah satu bentuk penghancuran aqidah,” timpal Abu Deedat.
Tokoh lainnya adalah DR Nurcholis Madjid. Dalam buku Pluralitas Agama, Kerukunan dalam Keragaman, Cak Nur menjelaskan bahwa pengikut Isa Almasih menyebut kitab Injil sebagai Perjanjian Baru berdampingan dengan kitab Taurat yang mereka sebut sebagai Perjanjian Lama. Kaum Yahudi tidak mengakui Isa Almasih dengan kitab Injil-nya, menolak ide Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru itu, namun Al-Quran mengakui keabsahan keduanya sekaligus. Dengan nada agak tinggi, Abu Deedat menyebut pendapat Cak Nur itu sebagai upaya pendangkalan aqidah. “Para pengikut Nabi Isa as (kaum Hawariyun) tidak pernah menyebut Injil sebagai kitab Perjanjian Baru. Nabi Isa sendiri tidak pernah menerima atau mengetahui kitab Perjanjian Baru karena Injil yang diturunkan Allah kepada Nabi Isa bukanlah Perjanjian Baru yang isinya kebanyakan surat-surat Paulus yang sangat bertentangan dengan ajaran Nabi Isa itu sendiri,” katanya.
Selain kedua tokoh di atas, Abu Deedat juga memasukkan Alwi Shihab sebagai tokoh pluralis. Sementara Adian Husaini dalam Islam Liberal menunjuk beberapa nama seperti dosen-dosen Universitas Paramadina (Komaruddin Hidayat, Budhy Munawar Rahman, Luthfi As-Syaukanie), dosen UIN Syarif Hidayatullah (Azyumardi Azra, Muhammad Ali, Nasaruddin Umar), dan beberapa nama lain yang menjadi kontributor Jaringan Islam Liberal.
Menurut Adian yang juga anggota Komisi Kerukunan antarumat Beragama MUI, melalui pluralisme, ummat Islam diprovokasi agar melapaskan aqidahnya. Tidak lagi meyakini agamanya saja yang benar, dan kemudian diajak untuk mengakui bahwa agama Kristen juga benar. “Teologi pluralis sebenarnya adalah pembuka pintu bagi misi Kristen dan sejalan dengan imbauan Paus Yohanes Paulus II agar misi Kristen terus dijalankan,” ujarnya.
Kaum Kristen juga tak segan-segan “menyerang” tokoh-tokoh Muslim yang dikenal sebagai pejuang tegaknya syariat Islam. Misalnya KH Kholil Ridwan (Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia) dan KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii (Pimpinan As-Syafiiyah, Jakarta).
Sekitar 5 bulan lalu, keduanya mendapat kiriman brosur dari STT Apostolos. “Isinya tidak secara langsung mengajak kepada agama Kristen, namun mengajak saya agar masuk ke dalam Apostolos. Itu artinya Apostolos mengajak saya untuk masuk ke dalam agama Kristen,” kata Abdul Rasyid.
Abdul Rasyid segera melaporkan kejadian itu kepada aparat, sebab cara itu sudah melanggar ketentuan hukum, yakni larangan mengajak ummat suatu agama untuk masuk ke agama lain. Kemudian ada pemberitahuan dari aparat bahwa pihak Apostolos melalui Pdt Yusuf Roni membantah telah mengirim surat dan brosur itu.
“Terlepas dari benar tidaknya bantahan itu, yang jelas apa yang saya alami merupakan indikasi bahwa sasaran kristenisasi tidak hanya kalangan akar rumput, tapi juga ulama dan tokoh masyarakat,” ujar Abdul Rasyid.
5) Yerikho 2000 dan Doa 2002
Misi Kristen di Indonesia didukung oleh kekuatan dana yang sangat besar, di antaranya melibatkan konglomerat keturunan Cina, James T Riady (bos Grup Lippo). Seperti terungkap di majalah Fortune (16 Juli 2001), James berencana membangun seribu sekolah di desa-desa miskin di Indonesia. James bekerjasama dengan Pat Robinson (misionaris dunia) juga akan mendirikan organisasi jaringan umat Kristiani. Hebatnya, ummat Islam secara tidak sadar turut mendukung cita-cita besar James T Riady. Antara lain dengan menjadi nasabah Bank Lippo, belanja di Mal Lippo, membeli rumah di Lippo Karawaci dan Cikarang, berobat ke RS Siloam, pelanggan Lippo Shop, Link Net, Lippo Star, Kabel Vision, dan Asuransi Lippo.
Indonesia memang akan dijadikan pusat perkembangan Kristen di Asia Pasifik. Demikian kata Pdt George Anatorae dari The Lord Familly Church Singapore dalam seminar kerjasama Global Mission Singapore dan Galilea Ministry Indonesia, di Hotel Shangrila Jakarta (9-12 Juni 1998). Sejauh mana keberhasilan program itu, perlu diteliti lebih lanjut. Yang pasti, data tahun 1999 menunjukkan jumlah umat Islam di Indonesia anjlok dari 90% menjadi 75% (Siar No 43, 18-24 November 1999).
Keberhasilan itu berkat kerja keras 38 agen kristenisasi, 1573 misionaris pribumi, 62 misionaris asing, dan 421 misionaris lintas kultural (data dari Operation World 2001 yang dihimpun India Missions Association, Japan Evangelical Assocation, dan Korea Research Institute for Missions).
Salah satu lembaga yang gencar melaksanakan kristenisasi adalah Doulos World Mission (DWM). Saat ini DWM sedang melaksanakan Proyek Yerikho 2000, yaitu program pengkristenan wilayah Jawa Barat, dengan sentra kegiatan digerakkan di kawasan pinggiran Jakarta.
Proyek ini bertujuan “mewujudkan Kerajaan Allah di bumi Parahyangan menyongsong abad XXI”. Menurut Hendrik Kraemer, peneliti dan penginjil dari Belanda, Jawa Barat adalah wilayah “paling gelap” di Indonesia dan sangat tertutup bagi Injil. Karena itu aktivis DWM bertekad, “Kita harus merebut tanah Pasundan bagi Kristus.”
Yerikho 2000 juga digerakkan di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Pusat kegiatan DWM berada di kawasan Rawamangun (Jakarta Timur) dan Tangerang (Banten).
Program lainnya adalah Doa 2002, yang dilaksanakan sejak tanggal 19 Oktober 2001 sampai 6 Desember 2002.
Secara khusus program ini menyebut beberapa komunitas Muslim sebagai objek kristenisasi. Di antaranya adalah suku Kaili Ledo (Sulawesi Tengah), Melayu Riau, Betawi, Aceh, Melayu Kalimantan, Tenggarong Kutai, Bima, Maluku, Banda, dan Papua. Rencana program Doa 2002 tertuang dalam buku 40 Hari Doa Bangsa-Bangsa yang telah diterjemahkan ke dalam 35 bahasa di dunia.
Muslim Betawi misalnya, harus didoakan oleh segenap orang Kristen pada tanggal 9 November 2001 lalu. Itu perlu dilakukan agar hati Bapa mengasihi dan merindukan orang Betawi. Selain itu, agar Bapa mengutus duta-duta kerajaan-Nya untuk mengembangkan pelayanan kesenian Betawi, literatur, dan radio dalam bahasa Betawi. Juga, agar Tuhan mencurahkan kuasa-Nya dan mengubah kehidupan orang-orang yang berpengaruh dalam suku Betawi, baik para penyanyi, penari, tokoh agama, masyarakat, pemuda, dan wanita.
Secara khusus, orang Kristen mendoakan Presiden Megawati dan beberapa pemimpin dunia. Harapannya, agar Megawati (dan para pemimpin) mendapat pewahyuan tentang Ketuhanan Yesus dan keluarganya datang mengenal Kristus.
Duta-duta Injil juga sedang menggencarkan ritual Doa 5 Patok. Yakni meningkatkan doa 5 kali sehari dengan pelaksanaan minimal 30 menit lebih awal sebelum waktu shalat (bagi orang Islam). Tujuannya adalah untuk mengadakan penghadangan ruhani sekaligus pembersihan atmosfir ruhani agar kaum Muslimin dapat menerima Yesus.
Ritualnya dilaksanakan sebelum waktu shalat ummat Islam, yakni subuh (mulai 03.15-selesai), pagi (10.30-selesai), siang (14.00-selesai), sore (17.00-selesai), dan malam (18.00-selesai). Pada Kamis malam, dilakukan doa semalaman dan peperangan ruhani sambil berkeliling kota/lokasi tertentu. Awas, hati-hati!• (ahmad, dodi nurja, amz, pam).
6) Modus Kristenisasi Melalui Hipnotis
Drs. Abu Deedat Syihab M.H menuturkan dalam majalah ummi, sebut saja Astriana Damayanti (25) -bukan nama sebenarnya- tak pernah berpikir menukar agama. Sejak kecil ia menerima pendidikan agama yang cukup baik. Terakhir ia tercatat sebagai mahasiswi sebuah institut agama Islam.
Perkenalannya dengan seorang pemuda membuat nasibnya bercerita lain. Ia hamil dan sempat bertukar agama. Kini Astriana menjalani konsultasi agama dengan Drs. Abu Deedat, seorang kristolog, untuk mengembalikan akidahnya.
Menurut ustadz berkacamata ini, muslimah memang menjadi target kristenisasi di Indonesia. Untuk mengenali modus operandinya, reporter UMMI, Asmawati, mewawancarai beliau di rumahnya di kawasan Bekasi.
Sejak kapan modus penjeratan muslimah dilakukan oleh aktivis gereja?
Sebenarnya modus ini sudah lama terjadi, cuma sekarang lebih banyak bukti konkritnya. Ini disebabkan target mengkristenkan penduduk Indonesia pada tahun 2000. Mereka melakukan segala cara untuk memenuhi target itu, di antaranya dengan menjerat muslimah.
Bagaimana cara mereka dalam menjerat muslimah?
Pertama mereka mengarahkan perhatian pada kaum muslimah yang mentalnya sedang terganggu karena menghadapi berbagai masalah. Misalnya, orang tuanya sedang sakit atau baru meninggal. Seperti yang sedang menimpa siswi Madrasah Aliyah di Bekasi. Ayah gadis ini baru saja meninggal. Kondisi mentalnya belum begitu stabil.
Datanglah seorang laki-laki yang memberikan perhatian padanya. Laki-laki ini aktivis gereja. Sekarang kami sedang berusaha menyelamatkan akidah sang gadis. Cara lain yang banyak kami temukan adalah lewat hipnotis atau obat bius. Cara seperti itu kan mudah saja, cukup dengan tatapan mata atau melalui minuman. Itulah cara-cara mereka.
Kelihatannya mereka cukup nekad?
Tampaknya ada unsur pemaksaan, seperti kasus Wawah di Sum-Bar. Ini bukan kasus pertama maupun yang terakhir. Mereka bilang, hal-hal seperti itu tidak diprogramkan. Tapi di lapangan, ini yang terjadi. Kesannya memang cukup radikal ya. Barangkali untuk mengejar target.
Apa sih target mereka?
Dalam kongres di Inggris tahun ?89 ditargetkan pada tahun 2000 penduduk dunia ini paling tidak 50% penduduk dunia ini harus menjadi pengikut Kristen. Kemudian harus pula disebarkan pemahaman Kristen, atau Bibel itu ke seluruh dunia. Seperti juga misinya Doulos, dimana tahun 2000 ditargetkan 125 suku yang ada di Indonesia harus jadi pengikut Kristus, itu sekitar 160 juta jiwa. Berarti sasarannya termasuk juga umat Islam.
Kembali soal penjeratan muslimah, setelah menikah apa yang mereka lakukan?
Setelah wanita itu terpedaya, sebagian mereka langsung menunjukkan jati dirinya. Biasanya sang gadis ini tak dapat berbuat apa-apa daripada mendapat malu, misalnya, karena sudah hamil. Sebagian lagi, sampai menikah tak membuka rahasia. Tapi selama masa perkawinan para aktivis ini menjauhkan akidah Islam dari si istri. Bahkan ada suami yang membakar mukena dan sajadah istrinya agar ia tak bisa sholat.
Suami mencuci otak istrinya, misalnya, memberikan ayat-ayat Alquran yang diputarbalik. Begitu terus sampai istrinya terpengaruh dan akhirnya masuk Kristen, bahkan menjadi aktivis gereja. Muslimah yang kuat imannya, mungkin masih bisa bertahan, tapi yang lemah hancurlah dia.
Bagaimana cara pertemuan pertama mereka?
Awalnya mungkin hanya perkenalan biasa. Aktivis gereja ini akan menjajaki kekuatan muslimah. Ketika ia lemah, maka ia masuk dengan jeratan-jeratannya. Jangan lupa dengan cara hipnotis tadi.
Apakah pihak Kristen mengakui cara-cara itu?
Pihak Kristen sendiri tak mengakui upaya-upaya gencar mereka untuk memurtadkan umat Islam. Tapi di lapangan nyatanya semakin merajalela dengan berbagai cara. Menurut H. Berkhof dalam buku "Sejarah Gereja" hal 321 menyatakan Indonesia itu memang lahan subur untuk Kristenisasi.
Bagaimana muslimah mempersiapkan diri menghadapi jeratan itu? Pertama muslimah harus mempunyai pemahaman Islam yang kuat. Kedua, muslimah harus mengetahui gerak-gerik musuh dan tipu dayanya. Ini dapat dipelajari antara lain dengan mempelajari kristologi.
Untuk muslimah yang berpendidikan mungkin mudah, bagaimana dengan yang tingkat pemahamannya kurang?
Ya, disesuaikan dengan tingkat pemahaman mereka. Kalau di kalangan atas tentu caranya beda dengan di kalangan bawah.
Apa yang harus kita lakukan bila melihat upaya Kristenisasi? Pertama, sampaikan Al Islam secara baik kepada umat kita. Berikan pemahaman yang benar. Lihat apa yang mereka lakukan. Kalau radikal atau amoral, kita kan negara hukum laporkan pada aparat. Amoral, misalnya diperkosa. Tapi kalau dengan pembagian sembako, ya tentunya muslim harus lakukan hal yang sama. Kita lho yang berkewajiban da?wah bil hal, memberikan bantuan sehingga saudara-saudara kita tidak terbawa rayuan mereka.
Kalau mereka lakukan dengan penyebaran buku-buku dan brosur-brosur yang merugikan Islam atau menjungkirbalikkan ajaran-ajaran Al Quran ada dua hal yang kita dapat lakukan. Pertama, kita luruskan pemahaman-pemahaman yang keliru. Kedua, laporkan kepada pihak yang berwajib karena masalah pelecehan agama, sudah ada aturan hukumnya. Berikan wawasan pada umat tentang bahaya Kristenisasi. Intinya adalah kembali pada pemantapan akidah.
[Dwi Septiawati/Asmawati/Ummi/voa-islam.com]
[Dwi Septiawati/Asmawati/Ummi/voa-islam.com]