Wednesday, 2 April 2014

HUKUM MEMILIH CALON PEMIMPIN NON-MUSLIM



Assalamu'alaikum warahmatullah.

Bismilllahir rahmanir rahim.
Bolehkah seorang muslim memberikan suara atau mencoblos dalam pemilu? Apakah boleh memberikan suara kepada calon legislatif (caleg) non-muslim (kafir)?

Umat Islam atau kaum Muslimin tidak diperbolehkan bahkan haram hukumnya memberikan suara, mencoblos, atau bahkan hingga mendukung calon pemimpin non-muslim. Tindakan tersebut berarti memuliakan dan meninggikan posisi orang-orang kafir (non-muslim), serta memberikan jalan bagi mereka untuk menguasai kaum Muslimin. Tahukan anda setiap negara didunia yang dipimpin oleh non-muslim, hak-hak muslim akan ganggu, dilecehkan bahkan direnggut, seperti dilarang memakai hijab, merebaknya pemurtadan, diciptakannya islamophobia, pembantaian terhadap kaum muslimin (baik muda atau tua, baik pria maupun wanita yang tidak bersalah), pemerkosaan terhadap muslimah, tidak diberikannya tanda kependudukan bagi kaum muslimin, masjid-masjid dibakar, dirampasnya harta kaum muslimin, dsb.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa’: 141)

Ada yang berdalil dengan ke-sah-an memilih calon legislatif non-muslim dengan hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, di mana ia bercerita,

وَاسْتَأْجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَبُو بَكْرٍ رَجُلًا مِنْ بَنِي الدِّيلِ هَادِيًا خِرِّيتًا، وَهُوَ عَلَى دِينِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar mengupah seorang laki-laki dari Bani Ad Diil sebagai petunjuk jalan, dan dia adalah seorang beragama kafir Quraisy. (HR. Bukhari no. 2264).

Ini memang menjadi dalil para ulama akan bolehnya mempekerjakan orang kafir. Namun pembolehannya dengan syarat:
  • Orang kafir tidak memiliki kekuasaan menguasai kaum muslimin
  • Orang kafir tidak merasa di atas kaum muslimin.
Jadi sah-sah saja jika mempekerjakan orang kafir di pabrik atau untuk proyek pembangunan. Sebagaimana Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah bekerjasama dalam mudhorobah (usaha bagi hasil) untuk mengurus tanaman dengan seorang Yahudi dari Khoibar. Yahudi tersebut lalu mendapatkan separuh dari hasil panen. Adapun jika mempekerjakan non-muslim lantas mereka memiliki kekuasaan pada kaum muslimin atau mereka bisa mengorek berita-berita kaum muslimin, maka seperti ini tidak dibolehkan. Lihat Tadzhib Tashil Al ‘Aqidah Al Islamiyah, hal. 238, karya Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Jibrin.
 
Jika kita melihat kembali hadits Bukhari yang disebutkan di atas, diterangkan bahwa non-muslim tersebut bertindak sebagai penunjuk jalan saja, bukan ingin memperjuangkan Islam. Itu pun termasuk bentuk tolong menolong yang mubah selama syarat di atas yang kami sebutkan terpenuhi. Sedangkan dalam hal Pemilu, jika caleg non-muslim yang dipilih, maka mustahil ia bisa memperjuangkan Islam di negeri minoritas muslim. Jika yang muslim saja tidak bisa memperjuangkan dakwah Islam di negeri minoritas, bagaimana sampai mengharap dari non-muslim? Apa jika caleg non-muslim terpilih bisa mengajak masyarakat muslim untuk shalat dan menunaikan kewajiban yang lain? Lebih aneh lagi jika yang jadi caleg adalah seorang pendeta dan ia disuruh menyuarakan Islam. Padahal kita tahu sendiri bahwa pendeta itulah yang paling benci pada Islam. Lantas bagaimana bisa jadi penolong atau mau dianalogikan dengan penunjuk jalan di atas?!
 
Ditambah lagi jika kita kembali di awal dengan mengkritik sistem demokrasi yang jelas menyelisihi prinsip Islam. Dan tidak pernah di negeri kita ini dijumpai patai yang memperjuangkan Islam dengan masuk Parlemen bisa berhasil menegakkan syari’at Islam di tanah air. Bagaimana mungkin para kyai bisa mengalahkan para preman lewat sistem demokrasi yang menghalalkan segala cara?!
 
Semoga bermanfaat :)

No comments: